Aku adalah seorang gadis jawa yang dibesarkan dalam lingkungan yang njawani, dalam artian semua hal yang berkaitan dengan tingkah laku didasarkan pada falsafah Jawa. Satu hal yang mendarah daging hingga aku dewasa adalah posisi dan perlakuan sebagai wanita Jawa yang serba ngalah. Aku selalu segan untuk mengeluarkan pendapat dalam forum diskusi/ debat studiku. Aku memang lebih banyak diam, bukan aku tidak tahu dan paham tentang objek kajian diskusi, tetapi norma yang tertanam kuat mengharuskan aku untuk tidak menyukai debat dan omong kosong. Seolah black box yang ada di otakku begitu kuat merajai untuk menyaring pilihan kata yang sesuai dan sopan untuk aku ucapkan nantinya.
Aku tahu itu sebagai kurangku. Aku memang lebih menyukai menulis daripada berbicara, aku lebih suka meneliti dan mengerjakan sesuatu yang memerlukan ketelitian dan kerapian seperti mengerjakan soal statistik, menganalisis klausa berdasarkan teori tertentu, daripada berdebat dan berbicara di muka umum.
Kini, ku tlah mencoba untuk menjadi seorang pendidik yang mau tak mau harus berbicara di depan muridku guna mentransfer ilmu. Ketika pertama tampil ada rasa risau dan krisis percaya diri, tetapi lama kelamaan, rasa itu seperti pudar. Aku mungkin harus lebih banyak belajar, temukan jati diriku, gali potensiku, kalahkan egoku, seperti bima yang berusaha mengalahkan dua raksasa penjelmaan dewa di hutan gandamayit untuk dapat temukan tirta perwitasari atau air kehidupan.
Diriku yang terdiri atas jasmani dan batinku, keduanya perlu makan dan refleksi untuk mengembangkannya. Diriku yang sesungguhnya adalah ketika aku telah bisa mengetahui diriku di dalam diriku, aku bisa masuk dalam diriku lewat lubang kecil telingaku. Seperti ketika Bima yang berusaha masuk ke dalam dewaruci. Setiap diri memiliki potensi dan kurang dengan segala keunikannya. Jika setiap diri menyadarinya dan berusaha tuk kalahkan raksasa dalam dirinya dan berteguh hati terhadap semua coba dan goda, niscaya dirinya akan seperti Arjuna yang bisa miliki panah pasopati dan Bima yang bisa temukan tirta perwitasari.
Senin, 14 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Kurang lebihnya pas. Lebih kurangnya pas. Pasnya lebih kurang. Dan pasnya kurang lebih. Inilah cangkrimanku untukmu. Tanyakan langsung kepadaku jika anda sulit menerkanya.
BalasHapusMungkin maksudnya komprehnsifitas...aspek epistimologi, ontologi dan aksiologi...Apa coba yang sudah tertuang di sana? Bagian mana dari ketiga aspek itu yang berlum tercakup? Yups! butuh 10 diktat dan 10 novel untk menyelesaikan secara tuntas, maka minimal kita hadirkan abstraksi dari 20 karya tentang diri...hehehe...
BalasHapus